Thursday, November 13, 2008

Tak Sekedar Rindu

Namaku Dysia…… saat ini aku duduk di bangku kelas 3 SMP. Hobi aku nulis dan baca. Aku pengen banget jadi penulis terkenal. Ya, moga-moga suatu saat nanti ya. Aku anaknya periang….. dan hari-hariku penuh dengan kegiatan sekolah yang padat. Dysia dari keluarga yang mapan. Ayahku seorang kontraktor dan Ibu seorang manager di sebuah perusahaan textil. Aku bahagia, keluargaku bahagia. Hidupku berkecukupan bahkan bisa dibilang berlebih..

Aku hanya tahu belajar, belajar, dan prestasi. Hanya satu impianku berbuat yang terbaik dan menjadi kebanggaan Ayah dan Ibu. Aku sangat bahagia, hanya itu yang bisa kukatakan saat ini.
Aku semakin sangat bersyukur… karena Ayah dan Ibu mendidikku dengan penuh disiplin agar aku bisa menjadi anak yang kuat dan taat beribadah pada Sang Khaliq.



Itulah hidupku. Teman-temanku kadang-kadang berkata padaku,
“Dysia…. Kamu beruntung banget ya!!!”
Tentu saja akan kujawab… “Ya…. aku sangat bersyukur karenanya”.

Tapi ada satu hal yang sangat mengiris hatiku saat ini. Di tempat yang sama aku iri melihat temanku Adin. Memang sih dibanding Adin, aku masih sangat beruntung. Tapi, aku tak tahu mengapa ketika melihat Adin, aku selalu merasa ada yang hilang dan sangat kurindukan dalam hidupku.

Adin dari keluarga yang sangat sederhana. Ayahnya adalah penjaga sekolah, sedang Ibunya hanya seorang penjual gorengan di sekolahan. Apa yang membuatku iri padanya? Itulah tanya yang selalu menghantuiku. Aku tak tahu, apa yang sebenarnya ingin kutemui. Kadang-kadang ketika bersama Adin aku berusaha mencari apa yang sebenarnya yang sangat kurindukan yang ada pada diri Adin. Apa?

Tapi, syukurlah setelah sekian lama ku mencari…. Akhirnya aku terhenti pada satu waktu, ketika ku lihat Adin menangis. Menangis tersedu-sedu saat bercerita akan kehidupannya yang sangat sederhana, menangis karena ia sangat bersyukur akan kehidupannya. Ternyata itulah yang kucari selama ini. Memang aku sangat mensyukuri kehidupanku, tapi syukurku hanya dengan senyuman kepada dunia. Aku bahkan lupa, sejak kapan aku tidak pernah meneteskan air mata. Aku terlalu bahagia sehingga selalu tersenyum atau bahkan tertawa tapi aku lupa batinku juga merindukannya.

Aku sangat sadar, aku harus kembali belajar bagaimana membagi rasaku dengan air mataku sendiri. Karena ternyata bukan hanya bumi yang rindu akan hujan saat kemarau, tapi hati ini juga butuh tetesan bukan hanya saat ia terluka, tapi pada saat ia tersenyum bahagia, karena ia juga kehidupan.

Ku baru memahami…….
Ternyata memang air matalah teman terbaikku
Di saat bahagia, ia bisa bersamaku
Ia pun tetap setia walau sedih mendera hatiku

Ia tidak pernah memaksaku menahannya
Ketika aku bahagia
Bahkan ia dengan rela menemaniku
Walau ia tahu memang bahagia ini bukan untuknya

Ia tak pernah mengharapku
Menggantinya dengan senyuman
Karena ia tahu…………
Ia sangat berarti

Ketika sedih menghampiriku……..
Ia tetap bersamaku………
Menjagaku bahkan merawatku
Karena ia tahu, ia sangat berarti

Ketika ku tak mampu lagi meneteskannya
Ia pun tak akan pernah menyalahkanku
Atau bahkan berkata kecewa padaku
Karena ia tahu, ia akan selamanya berarti

No comments:

Post a Comment

Kehidupan dimulai dari senyuman.... dan persahabatan adalah awal kehidupan... dan persahabatan kita bisa dimulai disini... Aku tunggu komentarnya ya...

Posting Terbaru