Thursday, November 13, 2008

Pantai Hatiku

Deru suara samudera petang ini, membawaku kembali menilik diriku saat ini di alam sadarku. Hari ni seakan membawaku terhanyut sejalan betapa besar pedih hatiku, betapa besar rasa sakitku akan kepergiannya.

Ku ingin teriak dengan keras,
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaak…………...” Walau mungkin suaraku tak akan mampu mengalahkan suara ombak dimalam ini..

“Tidak….mengapa ini terjadi padaku Ya Allah, mengapa…mengapa?? Apakah benar ini bukti kasih sayangMu?? Tapi mengapa aku sesakit ini? Serasa ingin ku memecah lautan dengan teriakanku, tapi…. itu tak mungkin”.

“Sampai kapan kamu seperti ini, Esta?? Jawab aku……… sampai langit runtuh pun semuanya tak akan kembali”.

“Tidak.. tidak……apa salahku Bintang, apa?? Jawab……..!!!!
“Ini bukan tentang salah atau tidak ….. ini takdir”



“Takdir?? Tapi mengapa ia begitu kejam padaku?? Tidak….. tidak…. tinggalkan aku sendiri Bintang”. Suara kerasnya seakan memukul kepalaku dengan palu godam.
“Tidak Esta…… aku tak akan pergi !!”

“Hhhh……..Esta mengapa kamu seperti ini?? Ingat .... engkau yang sering mengingatkanku tentang takdir dan kehidupan. Tapi, mengapa kini kamu seakan menjadi sosok yang tak kukenali??”

“Itu dulu…. Bintang!!! Memang kini hanya aku yang merasakannya, bukan kamu!!”
Hari ini aku tak melihat Estaku yang tegar… yang pernah mengajarkanku tentang hidup. Esta yang selalu menasehatiku tentang arti sakit, suka, duka. Kemana Estaku…. Kemana sahabatku…. Bintang hatiku”.

“Bintang…… bintang itu telah redup. Ia tak punya lagi malam untuk membagi sinarnya yang indah”.

“Kamu tak akan pernah memahaminya Bintang….. ketika sakit itu menghujam rasaku, semuanya menjadi tak berarti apa-apa. Bahkan aku pun tak tahu apakah aku masih bisa membagi senyumanku esok hari. Itu pun kalau takdir waktu masih ingin menemuiku”.

“Bintang…. Tolong jawab aku!! Apakah memang pantas takdir menyakitiku sedang aku tak pernah mengabaikannya? Tolong Bintang….. jawab aku!!”

“Esta, maafkan aku karena aku tak bisa membawa bintang hatiku kembali bersinar. Ketika langit tak lagi memberinya tempat, apakah benar ia telah mati?? Apakah benar ia hanya menjadi indah karena sinarnya atau karena ada langit yang membuatnya indah??”

“Ketika manusia tak lagi memiliki kesempurnaan tubuh, apakah ia telah disebut mati dan tak berarti lagi walau jantungnya masih berdetak??”

“Tidak… Bintang…. tidak!!! Cukup…… aku tak mau dengar semuanya lagi, tolong aku Bintang, aku ingin sendiri……”

“Mana Estaku…… mana?? Kembalikan dia!!!

Akhirnya tangisanku pun menjadi….. Aku tak bisa lagi melihat bintang hatiku redup hanya karena malam tak sudi lagi bersamanya.

“Esta…… Esta masih punya Bintang, masih punya orang-orang yang sayang Esta, yang tak akan meninggalkan Esta!!”

“Bintang….. aku sakit… aku saaaaaakit!! Aku pun tak tahu apakah aku bisa bertahan sampai esok hari. Apakah aku bisa mendapat senyuman pertama Ibu di surga nanti? Bintang… aku belum siap mati…. Aku masih ingin meraih impian Ayah. Aku bahkan tak punya bekal apa-apa”.

“Esta, kamu masih ingat kan, kehidupan dan kematian akan datang sendirinya. Bukan karena ada sakit atau tidak. Siapa kamu yang bisa menjamin kamu yang akan mati lebih dulu?? Bisa saja aku?? Impian kita masih bisa kita raih. Percaya pada Bintang, jika ada yang hilang itu berarti akan ada yang lebih baik menemuimu. Ingat Esta?? Itu semua kata-katamu padaku!!”

“Tapi, Bintang….. Apa yang bisa kulakukan dengan keterbatasanku kini??”
“Esta…. Bintang yakin… bintang hatiku kan tetap bersinar walau ia telah ditinggalkan langitnya!!”

“Kamu percaya kan Esta??”
Hening…… dengan suara air laut, berjalan dengan semakin gelapnya pantai hatiku, ketika ku bisa melihat senyuman bintang hatiku, yang kudekap erat sebagai bintang hatiku.

Kucoba membangun hatiku untuk sebuah tebing yang ternyata begitu terjal untuk ku lalui,
Tuk menatap indahnya sebuah pertemuan yang seharusnya menjadi hal terindah.
Tapi mengapa pertemuan ini begitu menyisakan gerimis dari hujan yang tak kunjung datang?
Tuk menyirami gersangnya bumi karena kemarau?
Ku coba menanam bunga indah di tamanku,
Dengan sebuah cita akan memetiknya.
Tapi mengapa bunga ini layu, padahal tak sedikit pun ia merasakan sejuknya air hujanMu?
Ku coba menatap langit dengan panasnya matahari,
Dengan sebuah harapan aku bisa mengerti apa arti panasnya,
Tapi ternyata aku tak bisa.
Karena Aku sadar aku hanya manusia biasa.
Ku coba bawa hati ini ke sudut yang terdalam,
Yang tak tahu apa dan kapan ia bermakna,
Ataukah untuk diriku ataukah untuk sosok yang begitu rasa ini terpaut?

Apakah salah rasa yang tercipta ini benar-benar salah?
Untuk sebuah rasa yang tak pernah terkenali olehku sebelumnya?
Aku tak pernah tahu kapan ia datang,
Datang kepada hati yang begitu beku sebelumnya.
Tapi mengapa ketika ia mencair udara bahkan menginginkannya untuk membeku kembali?
Apakah memang tak pantas untuk rasa ini untuk merasakan indahnya, ketika bisa mengalir melalui tebing-tebing dan bebatuan?
Aku pun bertanya, tapi tak pernah ku tahu kepada siapa aku bertanya?
Apakah kepada bebatuan yang tak akan bergeming sedikit pun? Ataukah kepada air yang begitu sejuk yang mengalir yang tak akan pernah bisa mendengarku?
Ataukah kepada matahari atau lilin kecil yang selalu diibaratkan untuk sosok yang rapuh ini?
Tapi, aku tak akan menjadi rapuh,
Hanya karena rasa ini salah,
Ataukah rasa ini keliru tuk kutempatkan
Karena rasaku tak pernah bertanya padaku sebelumnya
Apakah ia ingin berasa manis ataukah cukup dengan rasa yang tak berasa sedikit pun.
Aku pun tak akan mengucapkan selamat tinggal untuknya,
Karena ia pun tak pernah mengucapkan selamat datang untukku


The Short Story,,,,
Dedicated To My Heart Star

1 comment:

Kehidupan dimulai dari senyuman.... dan persahabatan adalah awal kehidupan... dan persahabatan kita bisa dimulai disini... Aku tunggu komentarnya ya...

Posting Terbaru